Tanggal muda bergelimangan Hutang
Minggu-minggu ini adalah "Tanggal muda" bagi beberapa orang, saya mempunyai seorang sahabat dan kami berbincang mengenai tunggakan dia terhadap kartu kridit yang sangat banyak sekali. sekitar Rp 60 jt rupiah pada 10 bank penerbit kartu kredit. sunggauh angka yang fantastik berarti dia mempunyai hutang Rp 6 juta per penerbit kartu kredit. dan dengan minimal pembayaran 5 juta/bulan untuk total 10 keseluruhan kartu kredit yang dimiliki.
Ternyata pendapatan dia hanya sekitar Rp 3 juta rupiah perbulan. wow saya pun tertarik untuk berdiskusi lebih lanjut dengan sahabat saya, untuk mengetahui mengapa ia sampai bisa melakukan hal seperti itu, sahabat pun menjelaskan, bahwa ia sampai melakukan peminjaman melalui kartu kredit karena keinginan untuk di hargai, atau memiliki status orang yang berpunya atau "orang kaya", agar lebih dihargai.
Suatu penjelasan yang sangat sering saya dengar, dewasa ini kita melihat masyarakat kita cenderung konsumtif, hal ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang mendorong masyarakat seperti itu, dan hal ini atau tingkat konsumtif ini dijadikan pemerintah sebagai pendorong atau meningkatnya pertumbuhan ekonomi bangsa indonesia.
PErnah saya alami sendiri, ketika saya berkunjung ke suatu Mall atau pertokoan, ketika saya membawa kendaraan mobil dan berpenampilan menarik, walaupun saya tidak membawa uang yang cukup, saya pun dihargai, mendapat tempat dan pelayanan yang lebih baik, berbeda saat saya berjalan kaki atau memakai pakaian santai ketika ke pusat pertokoan saya terkadang diacuhkan walau saya membawa dana yang cukup.
Begitulah kenyataan hidup saat ini seakan kemewahaan hidup merupakan suatu tuntutan hidup yang harus dilakukan. hampir semua orang berlomba-lomba untuk disebut atau menyandang status "kaya" walaupun sebenarnya mereka belum mampu dengan keadaan tersebut, sehingga mendorong kita untuk memiliki hutang yang banyak.
Mana yang Anda pilih: Terlihat seperti orang kaya atau menjadi orang kaya? Kebanyakan orang memilih untuk "terlihat" seperti orang kaya. Mereka mengendarai mobil mewah, tinggal di rumah mewah, dan terlihat menjejali tempat-tempat yang sering dikunjungi orang-orang "kaya", walaupun sebenarnya mereka tidak memiliki dana yang cukup untuk membiayai gaya hidup mewah mereka. Hasilnya: mereka banyak berhutang, dan hidup dari bulan ke bulan dengan strategi gali lubang tutup lubang. Bagi mereka, gaji atau pendapatan yang mereka terima tidak pernah cukup untuk menutupi kebutuhan mereka akan gaya hidup mewah.
Kecenderuangan hasil diskusi dengan beberapa sahabat, mereka merasa lebih percaya diri jika menggunakan assesoris yang mahal, jam tangan yang mahal, HP keluaran mutakhir, baju bermerek buatan desain terkenal, Parfum mewah, kendaraan model terbaru. Assesoris hidup itu membuat mereka sangat percaya diri. terkadang saya suka berdiskusi menddalam, dan kesimpulan mereka yang percaya diri karena assesoris mewah, memiliki rasa percaya diri yang rendah,kerena ketika mereka tidak menggunakannya mereka tidak lah percaya diri lagi, saya lebih menghargai orang yang bisa memberi kesan yang mendalam/kepribadian yang menarik, dibanding orang yang memiliki atau memamerkan assoris yang berlebihan.
Maaf, terkadang saya merasa iba dengan sahabat-sahabat saya yang terjerumus dalam paham materealisme dan konsumptif, karena mereka sebenarnya rapuh secara finansial, begitu terpaan badai financial datang, mereka tidak memiliki daya tahan yang optimal. dan mereka pun hidup dalam ketakutan, atas tagihan hutang dari para collector kartu kredit/bank pemberi pinjaman.
Hal ini juga tidak lepas dari pengaruh pergeseran budaya yang ada, sering kita lihat, sinetron dimana selalu ditampilkan kemewahan yang luar biasa, dan karena itu banyak masyarakat yang bermimpi untuk memilikikinya. Atau gaya selebritas yang di tunjukan oleh artis/selebritis kita yang mengumbar kekayaan, atau dengnan bangga memperlihatkan/memamerkan kekayaan yang di milikinya, dengan mobil-mobil mewah, perhiasan yang luar biasa, pergaulan yang makan dana tidak sedikit, nongkrong di kafe, discotek, atau hal lainnya. dan karena hal-hal, di tambah dengan iklan yang gencar yang selalu menemani kita setiap hari dari televisi, koran, internet dan media lainya yang menyerang pikiran kita secara continue sehingga perlahan tapi pasti
kita semakin mengikuti budaya tersebut dan memaklumi budaya yang telah bergeser.
Sebaliknya, kalau kita terbiasa dengan barang yang biasa-biasa, dapat dipastikan hidup pun akan lebih ringan. Mulailah dengan membeli sesuatu hanya karena perlu dan mampu saja. Sekali lagi, hanya karena perlu! Misalnya, ketika tersirat ingin membeli kendaraan baru, tanyakan; perlukah kita membeli Kendaraan baru? Sudah wajibkah kita membelinya? Jika alasannya logis, maka kalaupun jadi membeli, pilihlah yang skalanya paling irit, paling hemat, dan paling mudah perawatannya. Jangan berpikir dulu tentang keren atau mereknya. Mending keren tapi menderita atau irit tapi lancar?
Jika kita memilih untuk mau hidup cukup (hidup di rumah yang lebih kecil, tetapi milik sendiri, daripada rumah mewah, tapi sewaan; naik mobil lebih sederhana, tetapi tidak menggeragoti tabungan daripada naik mobil mewah yang membuat kantong kempes dan hutang menjulang), banyak yang bisa mereka hemat. Uang yang dihemat bisa dialokasikan untuk membuat hidup mereka lebih berarti dan masa tua mereka lebih tenang.
Tahanlah keinginan untuk berlaku boros dengan sekuat tenaga, yakinlah makin kita bisa mengendalikan keinginan kita, kita akan makin terpelihara dari sikap boros. Sebaliknya, jika tidak dapat kita kendalikan, maka pastilah kita akan disiksa oleh barang-barang kita sendiri, yang harus bermerek. dan apakah kita mau menjadi budak materi, kita bekerja keras hanya untuk mengejar "status kaya", yang kenyataannya membuat kita terjelembab dalam Penderitaan atas hutang.
hanya sekedar pendapat saya, bahwa Orang yang kaya itu bukan yang banyak uangnya tetapi orang yang sedikit kebutuhannya. Ketahuilah orang yang tidak bersahaja dalam hidupnya akan sangat banyak pula kebutuhan dan pengeluarannya, akibatnya biaya untuk sedekah menjadi sedikit, biaya untuk menabung menjadi terbatas. Yang dia lakukan erus-menerus memuaskan dirinya dengan mengganti perhiasan, mengganti mobil, ataupun mengganti sesuatu yang sebenarnya tidak perlu. Sebenarnya tidak dilarang untuk menggganti rumah, tapi alangkah baiknya untuk kita tabungkan, atau investasikan yang akan menjaga kita dari terpaan badai kesulitan yang tidak bisa prediksi.
Tapi dalam tulisan ini saya hanya bisa mengingatkan kepada para sahabat, hidup dengan gaya sederhana adalah lebih baik, jika anda tetap merasa nyaman untuk hidup dengan gaya mewah itu adalah pilihan anda, tetapi di balik pilihan pasti ada resiko.... maukah anda hidup dengan gaya kaya, tetapi bergelimpangan Hutang....? Semua kembali kepada anda lagi. Gaya hidup apa yang akan anda pilih... karena keingin untuk membeli tak akan pernah habis, mampukah sumber daya kita untuk menunjang... atau kita puas dengan Besarnya Hutang yang kita miliki... (EA)
Depok, 25 February 2008
Erwin Arianto
http://catatan-erwin.blogspot.com/
--
Best Regard
Erwin Arianto,SE
0 komentar:
Posting Komentar